RSS

Bersyukur

Bersyukur itu penting. Dalam agama Islam diterangkan bahwa Allah tidak akan menambah nikmat suatu kaum apabila kaum tersebut tidak bersyukur dengan apa yang telah dia dapat, sebaliknya Allah akan terus menambah nikmat hambanya apabila dia bersyukur. Tentu saja yang dimaksud ‘bertambah nikmat-Nya’ itu harus dibarengi dengan niat, usaha dan doa kepada-Nya.

Bahagia itu apabila kamu bersyukur! Ya, dengan mensyukuri segala sesuatu yang telah diberikan Allah pada kita, hati kita akan ikhlas dalam menerima semua takdir dan ketentuannya. Tidak ada keluhan, amarah, atau dendam ketika sesuatu yang kita rencanakan ternyata tidak berjalan sesuai dengan bayangan kita, Allah punya rencana yang lebih besar yang harus kita syukuri apapun itu.

Ketika bersyukur, kita dapat melihat dengan jernih segala sesuatu yang ada di bawah kita, kita paham bahwa ada yang mempunyai masalah dan cobaan jauh lebih berat dari yang kita punyai sehingga kita dapat meredam segala ego yang kita punya.

Namun demikian, bersyukur memang tidak mudah, apalagi jika posisi kita sedang ada di bawah, kebanyakan dari kita akan mengeluh seperti:
‘Bagaimana mau bersyukur, kalau usaha yang susah payah dibangun kemudian harus gulung tikar ketika ada saingan baru di pasaran.’
‘Bagaimana mau bersyukur ketika bahkan uang untuk makan saja selalu pas-pasan dan kurang.’
‘Bagaimana mau bersyukur ketika segala sesuatu yang diinginkan tidak dituruti’
Kuncinya berhubungan erat dengan ikhlas, tidak mengeluh, sabar, dan berpikiran positif.

Ikhlas ketika mendapat sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan, maka kamu akan bersyukur. Jangan mengeluh meskipun kondisimu pas-pasan, susah cari uang, setidaknya kamu masih diberi kesehatan, ingat bahwa setiap hela nafasmu juga merupakan rezeki yang harus disyukuri! Sabar ketika diberi ujian, jangan serta merta marah dan kemudian menyalahkan keadaan, marah hanya akan membuat masalah terasa semakin berat dan sukar untuk diselesaikan. Berpikiran positif dengan segala sesuatu yang diberikan Allah pada kita. Tak mudah memang untuk berpikiran positif ketika kita dilanda masalah seperti gagal dapat pekerjaan, gagal dapat jodoh, gagal lolos dalam ujian, dan kegagalan-kegagalan lainnya, kita cenderung berpikiran seperti:
‘kok gini sih, padahal aku kan udah usaha’ atau
‘udahlah aku mau nyerah aja, usaha yang aku lakuin ternyata sia-sia’
‘ditolak kerja lagi.. ditolak kerja lagi, udah capek ditolak kerja’
‘gagal lagi? Memang saya ini bodoh makanya saya tak dapat kerja’
Dan pikiran-pikiran negatif lainnya. Sekiranya kita-lah yang harus mengubah mindset kita menjadi positif, seperti:
‘tidak lolos wawancara kerja? Oh mungkin bukan disini tempat saya, Allah mungkin sudah menyiapkan rencana terbaiknya buat saya buat kerja di tempat lain, saya akan berusaha lagi’
‘tidak lolos ujian? Berarti saya kurang berusaha dan saya akan mencoba untuk belajar lebih giat lagi. Saya tetap bersyukur, saya sudah diberi kesempatan untuk menimba ilmu di sini.’
Dan pikiran-pikiran positif lainnya.
Kedengarannya memang aneh, namun dengan berpikiran positif seperti itu kita akan lebih menghargai diri kita sendiri, serta lebih mudah bagi kita untuk menyukuri segala putusan-Nya.

Dengan bersyukur kita akan menjadi pribadi-pribadi yang bahagia dalam hidup kita. Kita tidak akan mudah berkeluh kesah, berlarut-larut dalam kesedihan, berlomba-lomba memenangkan ego diri kita, dan kita akan senantiasa ‘mengerti’ apa hakikat hidup yang sesungguhnya :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

About Technology?

Teknologi makin lama makin memudahkan kita dalam hal apapun di keseharian kita. Kita tidak perlu bercapek-capek jalan ketika kita hendak mencapai tujuan yang beberapa km jauhnya, sepeda motor dan mobil sudah memfasilitasi kita untuk bepergian jarak dekat, sedang, bahkan jauh. Kita tidak perlu bercapek-capek mengerjakan pekerjaan rumah ketika menyapu digantikan dengan kerja vacum cleaner, sedang mencuci pakaian dan piring bisa dengan mudah digantikan dengan kerja mesin cuci khusus pakaian dan mesin cuci khusus piring. Kita tidak perlu bersusah-susah memarut, menghaluskan bahan-bahan makanan ketika makin banyak jenis blender dan juicer yang ada di pasaran. Kita juga tidak perlu punya banyak buku ketika E-Book bahkan latihan soal ujian, semuanya ada di internet. Tidak perlu susah dan ribet mencatat catatan kuliah ketika Handphone-mu punya kamera, toh tinggal jepret saja. Tidak usah berpikir mendalam ketika mengerjakan presentasi, toh bahan tinggal copas dan presentasi tinggal tampilkan di LCD, tanpa perlu bersusah-susah menerangkan dan menulis di papan, baca saja materinya!


Teknologi nyatanya memang benar-benar memudahkan kita dalam segala hal yang kita tekuni di kehidupan kita sehari-hari. Teknologi berhasil memberikan dampak yang positif dalam kehidupan kita karena ia memang membuat semuanya terlihat mudah. Di samping segala kemudahan yang diberikan teknologi dewasa ini, ia juga memiliki dampak negatif yang tak kalah banyaknya, ia berhasil menghilangkan esensi dari 'berproses'.

Baik, kita bahas satu persatu. Dalam hal transportasi misalnya, teknologi tentu sangat membantu ketika kita hendak bepergian jarak sedang maupun jauh, namun ia membuat manusia pasif ketika teknologi transportasi dipakai dalam jarak dekat, karena kemana-mana selalu naik motor atau mobil. Otot-otot kaki kita tentu akan kaku, tidak terbiasa, mudah capek ketika kita hanya disuruh jalan kaki 1,5 km saja. Badan kita tidak terbiasa berolahraga sehingga ketahanan kita menjadi lemah. 
Dalam hal pengerjaan  pekerjaan rumah tangga pun demikian, itulah mengapa Ibu-Ibu yang lahir di era 70-an ke bawah jauh lebih tangguh dan kuat dibandingkan dengan mamud yang hobinya selfie dan dandan saja. Dalam hal persekolahan dan perkuliahan, teknologi tentu sangat memudahkan proses pembelajaran, namun teknologi juga sering disalahgunakan, sehingga apa yang kita tangkap seringkali adalah presentasi-presentasi kosong dengan catatan-catatan yang juga kosong, karena sebenarnya mereka tidak berpresentasi atau mencatat, mereka hanya membaca presentasi dan memfoto hasil presentasi. Pun dalam ujian, teknologi sering disalah gunakan sebagai alat untuk memfasilitasi kecurangan ujian, sehingga sesungguhnya hasil-hasil ujian yang didapat juga hasil yang kosong. 

Teknologi benar membuat manusia dengan mudah melakukan segala seusatunya, tapi teknologi jugalah yang dengan mudah merusak proses yang seharusnya dilakukan manusia dan mengubah pola pikir manusia dengan keinginannya yaitu 'ingin serba cepat dan instan'. Bukan berarti dengan dampak negatif yang ada, kita tidak boleh menggunakan teknologi. Kita tetap akan menggunakan teknologi dalam hal-hal tertentu, menggunakannya sebagai alat bantu saja, bukan karena ketergantungan kita terhadapnya. So, use it wisely, and it will help u, Guys! :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kedokteran Lalu Teknik Nuklir




Sejak dulu aku punya cita-cita jadi dokter. Simple saja, aku suka dengan semua hal yang berkaitan dengan medis, aku suka membaca artikel-artikel medis, membaca buku-buku anatomi, melihat seorang dokter merawat pasiennya, dan banyak lagi. Ya, aku bercita-cita menjadi dokter yang hebat, dan cita-citaku belum pernah goyah hingga aku SMA.

Di SMA aku menemui banyak sekali teman yang sama-sama ingin menjadi dokter, motivasi mereka pun bermacam-macam, ada yang ingin bahagiakan kedua orang tuanya, ada yang ingin membantu orang lain (loh bantu orang lain harus bgt ya jadi dokter? -_-), ada yang cuma 'prestise', dan banyak
lagi.

Di SMA, selain dokter, banyak juga yang mengimpikan untuk jadi engineer. ITS disebut-sebut mereka ketika hendak ditanya 'mau masuk mana?'. Oh iya, waktu itu, aku sudah beberapa kali 'sambang' ke ITS dalam rangka mengikuti olimpiade yang mereka selenggarakan, dan first impression aku ke ITS adalah biasa-biasa aja, gedung dan semua fasilitas di ITS ku anggap biasa-biasa aja, yang jadi nilai tambah bagiku buat ITS adalah mahasiswa dan dosennya yang memang cerdas-cerdas. Jadi, ketika itu aku menganggap ITS adalah gak recommended bgt, dan semua yang berbau teknik adalah gak banget.

Kebetulan waktu itu aku juga gak suka-suka banget sama yang namanya matematika atau fisika. Atau mungkin emang gak suka sama sekali? -_- Jadi aku makin ogah-ogahan ke teknik, dan tetap konsisten bercita-cita melanjutkan kuliah di kedokteran umum. FYI, sewaktu SMA, tiap ditanya 'mau masuk mana?' Aku selalu jawab 'FK'. Padahal setelah kusadari, FK terdiri dari kedokteran umum, kebidanan, keperawatan, dll. Nyatanya aku gak mau jadi bidan/perawat/lain-lain, aku cuma mau di kedokteran umum. Titik.

Seiring berjalannya waktu (ceileh), aku makin tersadar kalo sebenernya aku gak segitunya memaksakan kehendak untuk kuliah di kedokteran umum. Kuliah dan keterima di PTN aja udah syukur, karena kenyataannya saingan buat masuk Kedokteran Umum itu berat-berat, bro.
Bukannya putus semangat, apalagi putus cita-cita, sebenernya sewaktu SMA itu juga aku juga punya cita-cita tambahan yaitu jadi ilmuwan. Karena bidang yang ku tekuni di SMA adalah IPA, maka aku memutuskan untuk jadi ilmuwan di bidang apapun yang kutekuni di kuliah nanti, asalkan dalam ranah IPA, itulah kenapa aku ogah-ogahan kalo disuruh masuk psikologi, atau hukum, apalagi sosiologi, ew -_- Dari situlah, karena teknik berhubungan dekat dengan mapel-mapel IPA, aku mulai membuka mata hati pada teknik, siapa tau nanti jadi kayak B.J. Habibie kan? WKWKWK
Suatu kali, seorang guru lesku bercerita tentang teknik nuklir. Dia bercerita bahwa Indonesia juga punya reaktor, punya teknologi, serta SDM yang mumpuni di bidang nuklir. Dia menceritakan teknik nuklir UGM dan STTN, dari situlah aku makin tertarik dengan teknik nuklir.

Teknik nuklir berbeda, karena cuma satu di Indonesia. Bahkan negara tetangga kita, Malaysia, belajar teknik nuklir dari Indonesia, sampai mereka membuat pendidikan S2 Teknik Nuklir di Malaysia, padahal Indonesia belum.. Beginilah negara kita -_-
Lucunya, ketika Malaysia membuat pendidikan S2 Teknik Nuklir di sana, orang-orang kita-lah yang akhirnya belajar ke Malaysia, naloh? Dalam hal nuklir, orang-orang Indonesia cenderung kolot dan menyikapinya dengan melihat sisi negatifnya saja.
"Nuklir? Udah diajarin cara ngebom belum? Wah gak kena radiasi, tuh? Mandul? Harus cepet-cepet nikah dong ya?"
Sebenernya kalo boleh dan bisa, aku pengen sekali-kali ngedamprat mereka dengan bilang
"Bom? Palalu gue bom?"
Tapi beberapa waktu lalu aku sempet denger sih di berita, katanya 70% lebih orang Indonesia sudah setuju kalo mau dibikin PLTN di Indonesia. Tapi surveinya juga kan sample acak, yang kebenarannya gak mungkin 100%. Dan kalopun kebenarannya sampe 99% (tetep aja ga mungkin), terus ternyata presiden kita masuk di deretan orang-orang yang gak setuju dibangun PLTN, ya sama aja -______-
Teknik nuklir memang kontroversi, ga jarang juga kita ditanya
"Emang nuklir kerja dimana? Kan Indonesia gak ada PLTN?"
Dan untuk pertanyaan ini aku pengen jawab sesuai dengan yang dibilang dosenku
"Nuklir adalah ilmu yang mempelajari inti atom. Semua makhluk hidup bahkan tak hidup di dunia ini pasti punya inti atom. Jadi, nuklir bisa diterapkan di pekerjaan di bidang apapun, di makhluk hidup/makhluk tak hidup"
Tapi kepanjangan, dan pada akhirnya pertanyaan seperti itu hanya membuahkan jawaban
"hmmphhh" (menghela napas panjang)

Oh iya, FYI teknik nuklir itu sebuah prodi yang terdapat pada Jurusan Teknik Fisika, kita bagaikan sub jurusannya Teknik Fisika. Kalo mau tahu lebih, coba cek dan cari tahu di www.tf.ugm.ac.id
Karena masuk di Jurusan Teknik Fisika itulah, kita juga punya beberapa keahlian yang dipunya anak teknik fisika, sehingga kalo kita cari kerja kita bisa memperkenalkan diri sebagai anak teknik fisika, yang notabene lebih diterima dan dimaklumi di Indonesia.

Teknik nuklir tahun 2014 menerima 60 mahasiswa baru, mereka inilah yang jadi kawan kita di empat tahun mendatang, menjadi kawan saat suka dan duka. Sayangnya, sebanyak 7 orang teman kita memilih untuk tidak memasuki teknik nuklir dikarenakan lebih memilih STAN, FK (gatau FK mana), dll, Di teknik nuklir aku bertemu orang-orang yang absurd bgt, tapi pinter-pinter, rata-rata juara atau finalis olimpiade di kotanya, atau paling tidak berprestasi di bidang non akademik. But meh -_- Sedih bet.

Masih banyak lagi hal yang belum diceritakan tentang teknik nuklir dan peralihanku dari kedokteran menuju teknik nuklir.  Tapi gak mungkin juga semua diceritain di sini.

Pada akhirnya, aku ngerasa kalo aku nggak salah jurusan, walaupun sampai sekarang actually I hate physics and mathemathics, but fine. I'll try to love those lesson. Nggak baik kalo aku harus ngulang SBMPTN atau UTUL tahun depan demi ambisiku masuk kedokteran umum. Buang-buang duit dan mengingkari apa yang udah dipilihin Allah buat aku. Yang paling penting adalah usaha dan doa, walaupun aku tahu kuliahnya susaaaaaaaah banget dan aku berasa begoooooo banget, tapi semuanya kan berproses. Bahkan kata mereka, untuk berjalan aja manusia butuh belajar sewaktu mereka kecil, ketika belajar mereka pasti jatuh, kesakitan, lalu menangis, tapi jika mereka tidak patah semangat dan terus mencoba, mereka akan dengan cepat bisa berjalan, kemudian berlari. Sama sepertiku, mungkin saat ini aku jatuh bangun, menangis melihat ketidak bisaanku akan apa yang kupelajari di kuliah ini, aku masih adaptasi, dan aku akan terus mencoba dan belajar sampai aku benar-benar bisa dan paham dengan apa yang diajarkan di Teknik Nuklir ini.
Meskipun kuliah di TN, aku ga pernah bilang nuclear waste isn't a problem -_-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tahu Diri

Betapa mudahnya manusia menertawakan, mencemooh, dan menghina orang lain tanpa berkaca pada diri sendiri. Bilang orang lain bodoh, tak berbudaya, miskin, dan jelek, seolah-olah dirinya punya semua yang orang lain tak punya. Hanya karena salah satu mata kuliah dapat A tak lantas melegalkanmu untuk bilang bahwa orang lain lebih bodoh darimu. Hanya karena kau lulus UN dan lolos seleksi perguruan tinggi, tak lantas melegalkanmu untuk berkacak pinggang dan menengadahkan kepala di hadapan adik-adik kelasmu. Hanya karena kau dapat uang saku tambahan dari orang tuamu, tak lantas melegalkanmu untuk berfoya-foya dan menjajakan semuanya dalam satu waktu. Masih banyak lagi contoh-contoh yang tak mungkin kusebutkan semuanya di sini.
            Manusia dengan mudahnya sombong ketika meraih sedikit saja kesenangan dan kemudahan, begitu kemudian meremehkan, merendahkan orang lain. Tidak tahu diri. Bukankah ketika kita mendapat nilai terbaik di kelas, ada nilai yang lebih baik di kelas lain? Di jurusan lain? Di fakultas lain? Bahkan di universitas terbaik di dunia, ada yang jauh lebih pintar dengan mendapat nilai sempurna? Lantas mengapa kamu bilang dia goblok? Bukankah ketika kita dipuji orang-orang terdekat kita, mereka bilang kita cantik/tampan, ada yang lebih cantik/tampan di desa lain? Di kota lain? Di negara lain? Bahkan di sekolah model tingkat dunia? Lantas mengapa kamu bilang dia jelek? Masih banyak lagi bukankah, bahkan, dan lantas yang tak mungkin kusebutkan semuanya di sini.
            Begitu mudahnya manusia besar kepala ketika dirinya dipuji, disanjung, diperhatikan, kemudian menganggap hina orang yang tak dipuji, tak disanjung, tak diperhatikan seperti dirinya. Dibilangnya ‘nggak level’. Lantas apabila manusia-manusia yang dianggap hina itu ternyata-suatu saat nanti- dapat pekerjaan, jodoh, dan nasib yang lebih baik dari dirinya, masihkah ia anggap hina manusia-manusia tersebut? Kita tak pantas menghinakan permasalahan-permasalahan duniawi yang bisa berubah-rubah, berbalik-balik keadaannya antara sekarang dan nanti. Dalam masalah duniawi, beda waktu adalah beda masa kejayaan, tak bisa dibandingkan.

            Coba renungkan, simak, dan perhatikan.. Bukankah di atas langit masih ada langit? Lantas dengan menjadi langit, pantaskah kita mencemooh lautan dan daratan? Bukankah lautan dan daratan juga memberi kehidupan? Ketiga dari kami-langit, darat, dan laut- memiliki fungsi yang sama pentingnya bagi kehidupan di bumi, tak pantas bagi kami saling mencemooh, menertawakan, dan menghina satu sama lain. Begitupun manusia seharusnya, pintar/bodoh, cantik-tampan/jelek, kaya/miskin, semuanya diciptakan dengan fungsinya masing-masing, dengan warnanya masing-masing. Tuhan selalu punya skenario terbaik bagi hamba-hamba-Nya, tidak ada satu hal pun yang diciptakannya tanpa memiliki fungsi dan manfaat bagi yang lainnya. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk tahu diri, sama-sama tahu diri dengan kelebihan dan kekurangan kita masing-masing. Hidup harmonis dan berdampingan rukun satu sama lain. Tidak mencemooh, mengejek, dan menghinakan yang lain. Karena kita sama, sama-sama memiliki fungsi dengan ciri khas kita masing-masing, dengan warna yang kita bawa masing-masing. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lari



Sudah berapa kali aku berlari namun tak juga sampai di tujuanku. Aku sudah mulai lelah ketika pencarian ini sudah hampir sampai. Sekarang aku mulai duduk, aku mulai menyerah, aku sudah tak sampai meskipun kau berteriak beberapa kali untuk menyemangatiku. Toh, kau hanya berteriak, berseru, tak balas mengejarku, bahkan ketika mulai lunglai tubuh ini, tak kuat menahan beban diri sendiri. Kau masih terus berteriak, bahkan ketika kesadaranku sudah di ambang batas. Kini hanya sayup-sayup kudengar suaramu……dan sudah tak kuingat apapun semenjak kejadian itu. Kamu jahat dan tega, karena kata orang-orang di sekitarku kau tak menghampiriku barang sedetikpun sampai di batas nol kesadaranku. Padahal saat itu kaulah tujuanku.
            Kini semuanya beda. Kini aku mulai sehat, aku mulai bisa berlari lagi, meninggalkanmu perlahan, melupakan semua kenangan tentangmu. Hambar dan pahit ketika semua tentangmu melintas di kepalaku. Kau yang jadi tujuanku malah melukaiku. Kini kau yang balik mengejarku, kau yang tertinggal, meskipun aku sudah memperlambat lajuku. Kau masih berlari dan memohon padaku untuk berhenti. Tapi raga ini menolak berhenti meskipun jiwa ini memohon untuk menurutinya, aku masih cinta kau. Beribu kali kau kudengar bilang maaf, malah hati ini menangis menyayat. Aku belum bisa memaafkanmu.
            Aku terus berlari meninggalkanmu dan semua tentangmu, hingga hilang bayanganmu di kejauhan, aku masih berlari. Kini bayanganmu sudah tak terlihat lagi, lenyap bersama kabut malam. Baru aku tersadar jika aku berlari tanpa tujuan. Tujuanku telah hilang bersama hilangnya bayanganmu di kegelapan malam. Aku masih berlari, berharap di persimpangan jalan kutemui pemilik hati ini. Pemilik dari hati yang telah hancur dan hampir mati.
            Kenyataan memang tak seindah harapan, aku terus menerus berlari dan meratapi. Aku menangis di tengah kesunyian perjalanan, namun nihil, tak kutemui siapapun di sini. Aku mulai meronta, mengerang kesakitan karena hati yang kubawa ini semakin hancur tak berbentuk. Aku terus berlari, memanjat doa di tengah harap.
            Kini hujan turun lagi, sementara tubuh ini sudah terluka parah di sana sini. Aku harus berhenti. Mau tak mau harus berhenti. Biar saja bila hati ini mati. Barangkali dengan hati yang telah mati takkan ada perasaan disakiti, takkan lagi ada tangis dan airmata. Biarkan saja. Dan tubuhku rebah di tengah derasnya hujan, tiba-tiba gelap seluruh pandanganku. Aku kembali tak sadarkan diri.
            Saat mataku terbuka, aku sudah ada di rumah sakit, entah siapa yang membawaku ke sini. Kukira di jalanan kemarin tidak ada seorang pun. Tiba-tiba aku melihat seorang lelaki tampan berdiri di sampingku. Dia mengulurkan tangannya padaku, tangannya yang ternyata memegang hatiku yang telah diperbaikinya menjadi utuh kembali. Dia tersenyum padaku dengan begitu tulus, dan akupun membalas senyumnya. Kini pencarianku telah berakhir. Aku tak akan berlari lagi. Aku akan tinggal di kota ini, dengan lelaki tampan yang menemukanku di detik-detik kematian hatiku. 

note: mencoba romantis di antara kerasnya UAS tapi malah jadi gini. Bukan non fiksi, aku tau ini alay :')

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Beauty and The Beast

Halo halo hai pembaca blogku yang tercinta!

Pernah gak sih kalian ngeliat seseorang yang diidolain habis-habisan karena orang tersebut cantik/ganteng?
Daaan pernah gak sih kalian ngeliat seseorang yang dibully habis-habisan karena tampang orang tersebut ehmm... di bawah standart?
Ya, aku yakin pasti kalian pernah lihat lah walaupun cuma sekali atau dua kali..
Di zaman sekarang ini, aku sering banget lihat orang yang tampangnya cantik/ganteng, walaupun sikapnya kacau, gak sopan, semaunya sendiri, belagu, pinter juga nggak, dengan gampangnya dapet fans yang tiap hari ngemention sang idola 'dah makan belum? Jan mogok makan ya ntar sakit' atau 'aduuuh lucuk bgt siii idola aku yg satu ini' dlsb dlsb kata-kata sok manis yang sebenernya kalo dibaca-baca bikin eneg...
Truus aku juga sering banget lihat orang yang tampangnya hmmm gitulah, diperlakukan semena-mena oleh temen-temennya, kalo aku peribahasain sih, orang yang tampangnya hmm itu, mau bernafas aja udah disalah-salahin sama orang-orang di sekitarnya, apalagi mau hidup? upload selfie, baru semenit juga udah pada komentar 'jelek bgt si lu' atau 'orang kayak gini wajahnya kaya pantat wajan, ke laut aje lu',, dan komentar-komentar jahat lainnya..
It seems so unfair.
Helloo, kalian gak bisa ngejudge orang lain cuma dari tampang, bro, sist. Sesungguhnya, kalo kita amati sekarang, orang yang dianggap 'cantik' sekarang adalah orang yang berkulit putih, alis tebal, hidung mancung, wajah berseri-seri, plus bibir sexy (?), dan sebenernya semua itu bisa didapatkan hanya dengan...make up. Jadi sebenernya yang kalian bilang cantik itu orangnya atau make upnya? #eh :)) Teruus untuk the beast, yang kalian bully habis-habisan itu, apa kalian nggak sadar kalo doa orang yang terdzalimi itu manjur? daan orang yang terdzalimi itu pahalanya bertambah setiap kali dia bisa sabar terhadap orang yang mendzaliminya... Alias dosanya dia pindah ke kalian tapi pahala kalian berkurang :(

Teman temaan, beauty itu nggak bisa dilihat cuma dari luar. Kalian gak bisa membeda-bedakan seseorang cuma karena tampang. Karena sesungguhnya, di mata Allah, cantik ataupun nggak kamu, bukan suatu masalah, kalau kamu buat dosa ya tetep jadi dosa tanpa mandang rupa, kalau kamu lakukan kebaikan ya bakal dapat pahala tak peduli bagaimana rupamu..

"Sesunggunya yang paling mulia di antara kalian di hadapan Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kalian"

Allah aja nggak pernah beda-bedain umatnya berdasarkan tampang, padahal Dia yang paling berhak jika berkehendak.. Masa kalian berani lancang beda-bedain orang dari tampang?



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bulan-Bulanan di UGM

Sudah lebih dari empat bulan saya di sini, di universitas yang ‘katanya’ universitas kerakyatan, Universitas Gadjah Mada. Wow, terdengar keren ketika saya-yang otaknya biasa-biasa saja- ini bisa masuk dalam daftar nama mahasiswa yang diterima di universitas tersebut. Banyak yang bertanya-tanya mungkin, tentang saya diterima di jurusan apa? Atau mungkin malah ada yang mengira kalau UGM salah menuliskan nama saya dalam daftar yang diterima lewat SBMPTN?
Semuanya berawal dari mimpi. Mimpi yang memaksa saya untuk membawanya tinggi-tinggi. Mimpi yang membuat saya memimpikan UGM dalam tiap rajut doa-doa saya. Terkadang, rasa minder yang teramat dalam menyerang, apa saya bisa? Dalam perjalanan saya hingga diterima di UGM, saya mengalami banyak jatuh bangun. Jatuh bangun yang paling membuat saya sakit ketika itu adalah ditolak FK-Kedokteran Umum hingga beberapa kali. Sempat juga saya dibuat jatuh ketika ada yang minta main belakang, atau minta saya pindah haluan ke FKG. Tidak. Saya tak mau.
Idealisme saya tetap teguh hingga beberapa kali pendaftaran PTN, saya tetap memilih FK. Sampai suatu kali saya tersadar bahwa FK bukan satu-satunya, saya masih punya harapan lain, selain FKG tentunya. Dalam tiap-tiap doa saya panjatkan agar saya bisa diterima di PTN, dapat jatah satu kursi saja akan saya syukuri, meski bukan di FK, meski bukan pilihan pertama, begitu janji saya. Sampai pengumuman itu tiba……..
Alhamdulillah, saya diterima di S1 Teknik Nuklir UGM, satu-satunya prodi S1 Teknik Nuklir di Indonesia. Ketika itu, Teknik Nuklir bukanlah pilihan pertama saya, hanya pilihan kedua, sempat saya berfikir untuk mundur atau mencoba yang lain, tapi tak akan mudah dan malah berbelit-belit. Akhirnya saya ambil secercah harapan dari UGM yang dibebankan pada saya itu.
Hari-hari berikutnya diisi dengan pendaftaran, mengurus berkas-berkas, pembayaran, dan lain-lain. Senang rasanya walau harus rela bertahan duduk berjam-jam di depan laptop dan komputer untuk kepentingan pendaftaran. Setidaknya usaha-usaha saya yang mengorbankan waktu liburan akhir SMA itu terbayar sudah, di hadapan laptop yang tak kunjung connect dengan internet meskipun sudah direfresh berkali-kali itu.
Masa-masa pendaftaran berakhir sudah sebulan setelahnya. Saya harus segera berkemas, meninggalkan kota tercinta saya, Surabaya, menuju persinggahan baru saya di Jogjakarta. Malam pertama di Jogjakarta, indah sekali. Jogja adalah kota paling romantis yang pernah saya kunjungi, pikir saya kala itu. Mata saya berbinar-binar melihat temaram lampu kota di Jogja. Merenung, bersyukur.
Bulan-bulan kemudian, Jogja mulai menampakkan sisi-sisi lainnya. Bukan lagi ramah dan sopan yang saya temui ketika saya melihat orang-orang Jogja saat ini. Terlalu banyak pendatang, membuat kebanyakan orang Jogja mengikuti gaya hidup mereka. Jogja kota, dulu dan kini yang sangat berbeda.
Mahasiswa-mahasiswi kampus saya -yang dulu saya elu-elukan paling berbeda dari semua universitas di Indonesia- itupun mulai menampakkan celah-celahnya. Mahasiswa-mahasiswi yang dibilang ‘paling merakyat’ itupun kini sudah berubah. Tak usah saya jelaskan kenapa, datanglah ke Jogja, datanglah ke UGM, jawabannya pun sama seperti apa yang dilontarkan presiden kita -yang dulu kuliah di UGM juga- di media baru-baru ini tentang kampus saya.
Bulan-bulanan di UGM, bulan-bulanan di Jogja, bulan-bulanan menjadi anak kost. Pengalaman pertama saya jauh dari orang tua. Siapa sangka anak manja dan menyebalkan seperti saya bisa kuliah jauh dari orang tua, makan secukupnya, dan ada di lingkungan..teknik?
Hmm.. Teknik. Saya hanya bisa tersenyum ketika mengetiknya. Teknik yang dulu saya bilang ‘gak banget’ itu, kini seperti melempar karma pada saya, memaksa saya untuk ikut jadi bagiannya. Teknik, yang membuat saya harus mengerti benar akan perhitungan, membuat saya pegal ketika laporan praktikum harus segera kumpul, membuat saya begadang ketika tugas dijadikan tiket masuk kuliah, dan yang terpenting, membuat saya paham pentingnya bekerja sama dengan orang lain untuk memecahkan masalah.
Nuklir. Aih.. Bom, teroris, mandul, nikah muda, radiasi, begitu kesan pertama mereka ketika tahu bahwa saya masuk Teknik Nuklir UGM. Teknik Nuklir UGM, membuat saya menemukan orang-orang baru yang aneh, unik, lucu.. Terlebih jumlah perempuan yang hanya sembilan di Teknik Nuklir membuat kami terlihat mencolok di kelas. Dengan karakter yang sangat berbeda satu sama lain, kami berusaha lebur, akrab menjadi satu dalam bagian Teknik Nuklir. Dari nuklir saya mengenal banyak orang dari berbagai daerah, mempelajari banyak hal bersama-sama, datang ke pantai yang belum pernah saya lihat sebelumnya secara beramai-ramai, hingga saling dukung ketika event-event tertentu digelar. Teknik nuklir, di sini saya temukan calon orang-orang hebat, seru, dan menyenangkan yang selalu menemani saya dalam tiap hari-hari yang saya jalani.
Bulan-bulanan di UGM, beberapa kali menggoreskan tinta kenangan yang tak kan mudah dilupa. Beberapa peristiwa yang kan saya ceritakan pada anak-cucu saya nanti, peristiwa-peristiwa unik, layak supporter, aksi, ospek, bahkan mengajar anak-anak kecil yang polos dan menggemaskan. Bulan-bulanan di UGM, terasa lama kadang, ketika masalah mulai melanda, laptop&HP rusak karena air, uang habis tepat ketika tanggal akhir dan tabungan belum ditransfer, hingga cincin yang selalu ada di kelingking kanan saya tiba-tiba hilang. Pada akhirnya, baik-buruk, suka-duka, yang saya alami di kampus ini akan menjadi kenangan berharga, yang bisa diceritakan dan dibagi pada siapa saja yang ingin mendengar.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS