RSS

About Technology?

Teknologi makin lama makin memudahkan kita dalam hal apapun di keseharian kita. Kita tidak perlu bercapek-capek jalan ketika kita hendak mencapai tujuan yang beberapa km jauhnya, sepeda motor dan mobil sudah memfasilitasi kita untuk bepergian jarak dekat, sedang, bahkan jauh. Kita tidak perlu bercapek-capek mengerjakan pekerjaan rumah ketika menyapu digantikan dengan kerja vacum cleaner, sedang mencuci pakaian dan piring bisa dengan mudah digantikan dengan kerja mesin cuci khusus pakaian dan mesin cuci khusus piring. Kita tidak perlu bersusah-susah memarut, menghaluskan bahan-bahan makanan ketika makin banyak jenis blender dan juicer yang ada di pasaran. Kita juga tidak perlu punya banyak buku ketika E-Book bahkan latihan soal ujian, semuanya ada di internet. Tidak perlu susah dan ribet mencatat catatan kuliah ketika Handphone-mu punya kamera, toh tinggal jepret saja. Tidak usah berpikir mendalam ketika mengerjakan presentasi, toh bahan tinggal copas dan presentasi tinggal tampilkan di LCD, tanpa perlu bersusah-susah menerangkan dan menulis di papan, baca saja materinya!


Teknologi nyatanya memang benar-benar memudahkan kita dalam segala hal yang kita tekuni di kehidupan kita sehari-hari. Teknologi berhasil memberikan dampak yang positif dalam kehidupan kita karena ia memang membuat semuanya terlihat mudah. Di samping segala kemudahan yang diberikan teknologi dewasa ini, ia juga memiliki dampak negatif yang tak kalah banyaknya, ia berhasil menghilangkan esensi dari 'berproses'.

Baik, kita bahas satu persatu. Dalam hal transportasi misalnya, teknologi tentu sangat membantu ketika kita hendak bepergian jarak sedang maupun jauh, namun ia membuat manusia pasif ketika teknologi transportasi dipakai dalam jarak dekat, karena kemana-mana selalu naik motor atau mobil. Otot-otot kaki kita tentu akan kaku, tidak terbiasa, mudah capek ketika kita hanya disuruh jalan kaki 1,5 km saja. Badan kita tidak terbiasa berolahraga sehingga ketahanan kita menjadi lemah. 
Dalam hal pengerjaan  pekerjaan rumah tangga pun demikian, itulah mengapa Ibu-Ibu yang lahir di era 70-an ke bawah jauh lebih tangguh dan kuat dibandingkan dengan mamud yang hobinya selfie dan dandan saja. Dalam hal persekolahan dan perkuliahan, teknologi tentu sangat memudahkan proses pembelajaran, namun teknologi juga sering disalahgunakan, sehingga apa yang kita tangkap seringkali adalah presentasi-presentasi kosong dengan catatan-catatan yang juga kosong, karena sebenarnya mereka tidak berpresentasi atau mencatat, mereka hanya membaca presentasi dan memfoto hasil presentasi. Pun dalam ujian, teknologi sering disalah gunakan sebagai alat untuk memfasilitasi kecurangan ujian, sehingga sesungguhnya hasil-hasil ujian yang didapat juga hasil yang kosong. 

Teknologi benar membuat manusia dengan mudah melakukan segala seusatunya, tapi teknologi jugalah yang dengan mudah merusak proses yang seharusnya dilakukan manusia dan mengubah pola pikir manusia dengan keinginannya yaitu 'ingin serba cepat dan instan'. Bukan berarti dengan dampak negatif yang ada, kita tidak boleh menggunakan teknologi. Kita tetap akan menggunakan teknologi dalam hal-hal tertentu, menggunakannya sebagai alat bantu saja, bukan karena ketergantungan kita terhadapnya. So, use it wisely, and it will help u, Guys! :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kedokteran Lalu Teknik Nuklir




Sejak dulu aku punya cita-cita jadi dokter. Simple saja, aku suka dengan semua hal yang berkaitan dengan medis, aku suka membaca artikel-artikel medis, membaca buku-buku anatomi, melihat seorang dokter merawat pasiennya, dan banyak lagi. Ya, aku bercita-cita menjadi dokter yang hebat, dan cita-citaku belum pernah goyah hingga aku SMA.

Di SMA aku menemui banyak sekali teman yang sama-sama ingin menjadi dokter, motivasi mereka pun bermacam-macam, ada yang ingin bahagiakan kedua orang tuanya, ada yang ingin membantu orang lain (loh bantu orang lain harus bgt ya jadi dokter? -_-), ada yang cuma 'prestise', dan banyak
lagi.

Di SMA, selain dokter, banyak juga yang mengimpikan untuk jadi engineer. ITS disebut-sebut mereka ketika hendak ditanya 'mau masuk mana?'. Oh iya, waktu itu, aku sudah beberapa kali 'sambang' ke ITS dalam rangka mengikuti olimpiade yang mereka selenggarakan, dan first impression aku ke ITS adalah biasa-biasa aja, gedung dan semua fasilitas di ITS ku anggap biasa-biasa aja, yang jadi nilai tambah bagiku buat ITS adalah mahasiswa dan dosennya yang memang cerdas-cerdas. Jadi, ketika itu aku menganggap ITS adalah gak recommended bgt, dan semua yang berbau teknik adalah gak banget.

Kebetulan waktu itu aku juga gak suka-suka banget sama yang namanya matematika atau fisika. Atau mungkin emang gak suka sama sekali? -_- Jadi aku makin ogah-ogahan ke teknik, dan tetap konsisten bercita-cita melanjutkan kuliah di kedokteran umum. FYI, sewaktu SMA, tiap ditanya 'mau masuk mana?' Aku selalu jawab 'FK'. Padahal setelah kusadari, FK terdiri dari kedokteran umum, kebidanan, keperawatan, dll. Nyatanya aku gak mau jadi bidan/perawat/lain-lain, aku cuma mau di kedokteran umum. Titik.

Seiring berjalannya waktu (ceileh), aku makin tersadar kalo sebenernya aku gak segitunya memaksakan kehendak untuk kuliah di kedokteran umum. Kuliah dan keterima di PTN aja udah syukur, karena kenyataannya saingan buat masuk Kedokteran Umum itu berat-berat, bro.
Bukannya putus semangat, apalagi putus cita-cita, sebenernya sewaktu SMA itu juga aku juga punya cita-cita tambahan yaitu jadi ilmuwan. Karena bidang yang ku tekuni di SMA adalah IPA, maka aku memutuskan untuk jadi ilmuwan di bidang apapun yang kutekuni di kuliah nanti, asalkan dalam ranah IPA, itulah kenapa aku ogah-ogahan kalo disuruh masuk psikologi, atau hukum, apalagi sosiologi, ew -_- Dari situlah, karena teknik berhubungan dekat dengan mapel-mapel IPA, aku mulai membuka mata hati pada teknik, siapa tau nanti jadi kayak B.J. Habibie kan? WKWKWK
Suatu kali, seorang guru lesku bercerita tentang teknik nuklir. Dia bercerita bahwa Indonesia juga punya reaktor, punya teknologi, serta SDM yang mumpuni di bidang nuklir. Dia menceritakan teknik nuklir UGM dan STTN, dari situlah aku makin tertarik dengan teknik nuklir.

Teknik nuklir berbeda, karena cuma satu di Indonesia. Bahkan negara tetangga kita, Malaysia, belajar teknik nuklir dari Indonesia, sampai mereka membuat pendidikan S2 Teknik Nuklir di Malaysia, padahal Indonesia belum.. Beginilah negara kita -_-
Lucunya, ketika Malaysia membuat pendidikan S2 Teknik Nuklir di sana, orang-orang kita-lah yang akhirnya belajar ke Malaysia, naloh? Dalam hal nuklir, orang-orang Indonesia cenderung kolot dan menyikapinya dengan melihat sisi negatifnya saja.
"Nuklir? Udah diajarin cara ngebom belum? Wah gak kena radiasi, tuh? Mandul? Harus cepet-cepet nikah dong ya?"
Sebenernya kalo boleh dan bisa, aku pengen sekali-kali ngedamprat mereka dengan bilang
"Bom? Palalu gue bom?"
Tapi beberapa waktu lalu aku sempet denger sih di berita, katanya 70% lebih orang Indonesia sudah setuju kalo mau dibikin PLTN di Indonesia. Tapi surveinya juga kan sample acak, yang kebenarannya gak mungkin 100%. Dan kalopun kebenarannya sampe 99% (tetep aja ga mungkin), terus ternyata presiden kita masuk di deretan orang-orang yang gak setuju dibangun PLTN, ya sama aja -______-
Teknik nuklir memang kontroversi, ga jarang juga kita ditanya
"Emang nuklir kerja dimana? Kan Indonesia gak ada PLTN?"
Dan untuk pertanyaan ini aku pengen jawab sesuai dengan yang dibilang dosenku
"Nuklir adalah ilmu yang mempelajari inti atom. Semua makhluk hidup bahkan tak hidup di dunia ini pasti punya inti atom. Jadi, nuklir bisa diterapkan di pekerjaan di bidang apapun, di makhluk hidup/makhluk tak hidup"
Tapi kepanjangan, dan pada akhirnya pertanyaan seperti itu hanya membuahkan jawaban
"hmmphhh" (menghela napas panjang)

Oh iya, FYI teknik nuklir itu sebuah prodi yang terdapat pada Jurusan Teknik Fisika, kita bagaikan sub jurusannya Teknik Fisika. Kalo mau tahu lebih, coba cek dan cari tahu di www.tf.ugm.ac.id
Karena masuk di Jurusan Teknik Fisika itulah, kita juga punya beberapa keahlian yang dipunya anak teknik fisika, sehingga kalo kita cari kerja kita bisa memperkenalkan diri sebagai anak teknik fisika, yang notabene lebih diterima dan dimaklumi di Indonesia.

Teknik nuklir tahun 2014 menerima 60 mahasiswa baru, mereka inilah yang jadi kawan kita di empat tahun mendatang, menjadi kawan saat suka dan duka. Sayangnya, sebanyak 7 orang teman kita memilih untuk tidak memasuki teknik nuklir dikarenakan lebih memilih STAN, FK (gatau FK mana), dll, Di teknik nuklir aku bertemu orang-orang yang absurd bgt, tapi pinter-pinter, rata-rata juara atau finalis olimpiade di kotanya, atau paling tidak berprestasi di bidang non akademik. But meh -_- Sedih bet.

Masih banyak lagi hal yang belum diceritakan tentang teknik nuklir dan peralihanku dari kedokteran menuju teknik nuklir.  Tapi gak mungkin juga semua diceritain di sini.

Pada akhirnya, aku ngerasa kalo aku nggak salah jurusan, walaupun sampai sekarang actually I hate physics and mathemathics, but fine. I'll try to love those lesson. Nggak baik kalo aku harus ngulang SBMPTN atau UTUL tahun depan demi ambisiku masuk kedokteran umum. Buang-buang duit dan mengingkari apa yang udah dipilihin Allah buat aku. Yang paling penting adalah usaha dan doa, walaupun aku tahu kuliahnya susaaaaaaaah banget dan aku berasa begoooooo banget, tapi semuanya kan berproses. Bahkan kata mereka, untuk berjalan aja manusia butuh belajar sewaktu mereka kecil, ketika belajar mereka pasti jatuh, kesakitan, lalu menangis, tapi jika mereka tidak patah semangat dan terus mencoba, mereka akan dengan cepat bisa berjalan, kemudian berlari. Sama sepertiku, mungkin saat ini aku jatuh bangun, menangis melihat ketidak bisaanku akan apa yang kupelajari di kuliah ini, aku masih adaptasi, dan aku akan terus mencoba dan belajar sampai aku benar-benar bisa dan paham dengan apa yang diajarkan di Teknik Nuklir ini.
Meskipun kuliah di TN, aku ga pernah bilang nuclear waste isn't a problem -_-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tahu Diri

Betapa mudahnya manusia menertawakan, mencemooh, dan menghina orang lain tanpa berkaca pada diri sendiri. Bilang orang lain bodoh, tak berbudaya, miskin, dan jelek, seolah-olah dirinya punya semua yang orang lain tak punya. Hanya karena salah satu mata kuliah dapat A tak lantas melegalkanmu untuk bilang bahwa orang lain lebih bodoh darimu. Hanya karena kau lulus UN dan lolos seleksi perguruan tinggi, tak lantas melegalkanmu untuk berkacak pinggang dan menengadahkan kepala di hadapan adik-adik kelasmu. Hanya karena kau dapat uang saku tambahan dari orang tuamu, tak lantas melegalkanmu untuk berfoya-foya dan menjajakan semuanya dalam satu waktu. Masih banyak lagi contoh-contoh yang tak mungkin kusebutkan semuanya di sini.
            Manusia dengan mudahnya sombong ketika meraih sedikit saja kesenangan dan kemudahan, begitu kemudian meremehkan, merendahkan orang lain. Tidak tahu diri. Bukankah ketika kita mendapat nilai terbaik di kelas, ada nilai yang lebih baik di kelas lain? Di jurusan lain? Di fakultas lain? Bahkan di universitas terbaik di dunia, ada yang jauh lebih pintar dengan mendapat nilai sempurna? Lantas mengapa kamu bilang dia goblok? Bukankah ketika kita dipuji orang-orang terdekat kita, mereka bilang kita cantik/tampan, ada yang lebih cantik/tampan di desa lain? Di kota lain? Di negara lain? Bahkan di sekolah model tingkat dunia? Lantas mengapa kamu bilang dia jelek? Masih banyak lagi bukankah, bahkan, dan lantas yang tak mungkin kusebutkan semuanya di sini.
            Begitu mudahnya manusia besar kepala ketika dirinya dipuji, disanjung, diperhatikan, kemudian menganggap hina orang yang tak dipuji, tak disanjung, tak diperhatikan seperti dirinya. Dibilangnya ‘nggak level’. Lantas apabila manusia-manusia yang dianggap hina itu ternyata-suatu saat nanti- dapat pekerjaan, jodoh, dan nasib yang lebih baik dari dirinya, masihkah ia anggap hina manusia-manusia tersebut? Kita tak pantas menghinakan permasalahan-permasalahan duniawi yang bisa berubah-rubah, berbalik-balik keadaannya antara sekarang dan nanti. Dalam masalah duniawi, beda waktu adalah beda masa kejayaan, tak bisa dibandingkan.

            Coba renungkan, simak, dan perhatikan.. Bukankah di atas langit masih ada langit? Lantas dengan menjadi langit, pantaskah kita mencemooh lautan dan daratan? Bukankah lautan dan daratan juga memberi kehidupan? Ketiga dari kami-langit, darat, dan laut- memiliki fungsi yang sama pentingnya bagi kehidupan di bumi, tak pantas bagi kami saling mencemooh, menertawakan, dan menghina satu sama lain. Begitupun manusia seharusnya, pintar/bodoh, cantik-tampan/jelek, kaya/miskin, semuanya diciptakan dengan fungsinya masing-masing, dengan warnanya masing-masing. Tuhan selalu punya skenario terbaik bagi hamba-hamba-Nya, tidak ada satu hal pun yang diciptakannya tanpa memiliki fungsi dan manfaat bagi yang lainnya. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk tahu diri, sama-sama tahu diri dengan kelebihan dan kekurangan kita masing-masing. Hidup harmonis dan berdampingan rukun satu sama lain. Tidak mencemooh, mengejek, dan menghinakan yang lain. Karena kita sama, sama-sama memiliki fungsi dengan ciri khas kita masing-masing, dengan warna yang kita bawa masing-masing. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lari



Sudah berapa kali aku berlari namun tak juga sampai di tujuanku. Aku sudah mulai lelah ketika pencarian ini sudah hampir sampai. Sekarang aku mulai duduk, aku mulai menyerah, aku sudah tak sampai meskipun kau berteriak beberapa kali untuk menyemangatiku. Toh, kau hanya berteriak, berseru, tak balas mengejarku, bahkan ketika mulai lunglai tubuh ini, tak kuat menahan beban diri sendiri. Kau masih terus berteriak, bahkan ketika kesadaranku sudah di ambang batas. Kini hanya sayup-sayup kudengar suaramu……dan sudah tak kuingat apapun semenjak kejadian itu. Kamu jahat dan tega, karena kata orang-orang di sekitarku kau tak menghampiriku barang sedetikpun sampai di batas nol kesadaranku. Padahal saat itu kaulah tujuanku.
            Kini semuanya beda. Kini aku mulai sehat, aku mulai bisa berlari lagi, meninggalkanmu perlahan, melupakan semua kenangan tentangmu. Hambar dan pahit ketika semua tentangmu melintas di kepalaku. Kau yang jadi tujuanku malah melukaiku. Kini kau yang balik mengejarku, kau yang tertinggal, meskipun aku sudah memperlambat lajuku. Kau masih berlari dan memohon padaku untuk berhenti. Tapi raga ini menolak berhenti meskipun jiwa ini memohon untuk menurutinya, aku masih cinta kau. Beribu kali kau kudengar bilang maaf, malah hati ini menangis menyayat. Aku belum bisa memaafkanmu.
            Aku terus berlari meninggalkanmu dan semua tentangmu, hingga hilang bayanganmu di kejauhan, aku masih berlari. Kini bayanganmu sudah tak terlihat lagi, lenyap bersama kabut malam. Baru aku tersadar jika aku berlari tanpa tujuan. Tujuanku telah hilang bersama hilangnya bayanganmu di kegelapan malam. Aku masih berlari, berharap di persimpangan jalan kutemui pemilik hati ini. Pemilik dari hati yang telah hancur dan hampir mati.
            Kenyataan memang tak seindah harapan, aku terus menerus berlari dan meratapi. Aku menangis di tengah kesunyian perjalanan, namun nihil, tak kutemui siapapun di sini. Aku mulai meronta, mengerang kesakitan karena hati yang kubawa ini semakin hancur tak berbentuk. Aku terus berlari, memanjat doa di tengah harap.
            Kini hujan turun lagi, sementara tubuh ini sudah terluka parah di sana sini. Aku harus berhenti. Mau tak mau harus berhenti. Biar saja bila hati ini mati. Barangkali dengan hati yang telah mati takkan ada perasaan disakiti, takkan lagi ada tangis dan airmata. Biarkan saja. Dan tubuhku rebah di tengah derasnya hujan, tiba-tiba gelap seluruh pandanganku. Aku kembali tak sadarkan diri.
            Saat mataku terbuka, aku sudah ada di rumah sakit, entah siapa yang membawaku ke sini. Kukira di jalanan kemarin tidak ada seorang pun. Tiba-tiba aku melihat seorang lelaki tampan berdiri di sampingku. Dia mengulurkan tangannya padaku, tangannya yang ternyata memegang hatiku yang telah diperbaikinya menjadi utuh kembali. Dia tersenyum padaku dengan begitu tulus, dan akupun membalas senyumnya. Kini pencarianku telah berakhir. Aku tak akan berlari lagi. Aku akan tinggal di kota ini, dengan lelaki tampan yang menemukanku di detik-detik kematian hatiku. 

note: mencoba romantis di antara kerasnya UAS tapi malah jadi gini. Bukan non fiksi, aku tau ini alay :')

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS