RSS

Lari



Sudah berapa kali aku berlari namun tak juga sampai di tujuanku. Aku sudah mulai lelah ketika pencarian ini sudah hampir sampai. Sekarang aku mulai duduk, aku mulai menyerah, aku sudah tak sampai meskipun kau berteriak beberapa kali untuk menyemangatiku. Toh, kau hanya berteriak, berseru, tak balas mengejarku, bahkan ketika mulai lunglai tubuh ini, tak kuat menahan beban diri sendiri. Kau masih terus berteriak, bahkan ketika kesadaranku sudah di ambang batas. Kini hanya sayup-sayup kudengar suaramu……dan sudah tak kuingat apapun semenjak kejadian itu. Kamu jahat dan tega, karena kata orang-orang di sekitarku kau tak menghampiriku barang sedetikpun sampai di batas nol kesadaranku. Padahal saat itu kaulah tujuanku.
            Kini semuanya beda. Kini aku mulai sehat, aku mulai bisa berlari lagi, meninggalkanmu perlahan, melupakan semua kenangan tentangmu. Hambar dan pahit ketika semua tentangmu melintas di kepalaku. Kau yang jadi tujuanku malah melukaiku. Kini kau yang balik mengejarku, kau yang tertinggal, meskipun aku sudah memperlambat lajuku. Kau masih berlari dan memohon padaku untuk berhenti. Tapi raga ini menolak berhenti meskipun jiwa ini memohon untuk menurutinya, aku masih cinta kau. Beribu kali kau kudengar bilang maaf, malah hati ini menangis menyayat. Aku belum bisa memaafkanmu.
            Aku terus berlari meninggalkanmu dan semua tentangmu, hingga hilang bayanganmu di kejauhan, aku masih berlari. Kini bayanganmu sudah tak terlihat lagi, lenyap bersama kabut malam. Baru aku tersadar jika aku berlari tanpa tujuan. Tujuanku telah hilang bersama hilangnya bayanganmu di kegelapan malam. Aku masih berlari, berharap di persimpangan jalan kutemui pemilik hati ini. Pemilik dari hati yang telah hancur dan hampir mati.
            Kenyataan memang tak seindah harapan, aku terus menerus berlari dan meratapi. Aku menangis di tengah kesunyian perjalanan, namun nihil, tak kutemui siapapun di sini. Aku mulai meronta, mengerang kesakitan karena hati yang kubawa ini semakin hancur tak berbentuk. Aku terus berlari, memanjat doa di tengah harap.
            Kini hujan turun lagi, sementara tubuh ini sudah terluka parah di sana sini. Aku harus berhenti. Mau tak mau harus berhenti. Biar saja bila hati ini mati. Barangkali dengan hati yang telah mati takkan ada perasaan disakiti, takkan lagi ada tangis dan airmata. Biarkan saja. Dan tubuhku rebah di tengah derasnya hujan, tiba-tiba gelap seluruh pandanganku. Aku kembali tak sadarkan diri.
            Saat mataku terbuka, aku sudah ada di rumah sakit, entah siapa yang membawaku ke sini. Kukira di jalanan kemarin tidak ada seorang pun. Tiba-tiba aku melihat seorang lelaki tampan berdiri di sampingku. Dia mengulurkan tangannya padaku, tangannya yang ternyata memegang hatiku yang telah diperbaikinya menjadi utuh kembali. Dia tersenyum padaku dengan begitu tulus, dan akupun membalas senyumnya. Kini pencarianku telah berakhir. Aku tak akan berlari lagi. Aku akan tinggal di kota ini, dengan lelaki tampan yang menemukanku di detik-detik kematian hatiku. 

note: mencoba romantis di antara kerasnya UAS tapi malah jadi gini. Bukan non fiksi, aku tau ini alay :')

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar