Sudah berapa kali aku berlari namun tak
juga sampai di tujuanku. Aku sudah mulai lelah ketika pencarian ini sudah
hampir sampai. Sekarang aku mulai duduk, aku mulai menyerah, aku sudah tak
sampai meskipun kau berteriak beberapa kali untuk menyemangatiku. Toh, kau
hanya berteriak, berseru, tak balas mengejarku, bahkan ketika mulai lunglai
tubuh ini, tak kuat menahan beban diri sendiri. Kau masih terus berteriak,
bahkan ketika kesadaranku sudah di ambang batas. Kini hanya sayup-sayup kudengar
suaramu……dan sudah tak kuingat apapun semenjak kejadian itu. Kamu jahat dan
tega, karena kata orang-orang di sekitarku kau tak menghampiriku barang
sedetikpun sampai di batas nol kesadaranku. Padahal saat itu kaulah tujuanku.
Kini semuanya beda. Kini aku mulai
sehat, aku mulai bisa berlari lagi, meninggalkanmu perlahan, melupakan semua
kenangan tentangmu. Hambar dan pahit ketika semua tentangmu melintas di
kepalaku. Kau yang jadi tujuanku malah melukaiku. Kini kau yang balik
mengejarku, kau yang tertinggal, meskipun aku sudah memperlambat lajuku. Kau
masih berlari dan memohon padaku untuk berhenti. Tapi raga ini menolak berhenti
meskipun jiwa ini memohon untuk menurutinya, aku masih cinta kau. Beribu kali
kau kudengar bilang maaf, malah hati ini menangis menyayat. Aku belum bisa
memaafkanmu.
Aku terus berlari meninggalkanmu dan
semua tentangmu, hingga hilang bayanganmu di kejauhan, aku masih berlari. Kini
bayanganmu sudah tak terlihat lagi, lenyap bersama kabut malam. Baru aku
tersadar jika aku berlari tanpa tujuan. Tujuanku telah hilang bersama hilangnya
bayanganmu di kegelapan malam. Aku masih berlari, berharap di persimpangan
jalan kutemui pemilik hati ini. Pemilik dari hati yang telah hancur dan hampir
mati.
Kenyataan memang tak seindah
harapan, aku terus menerus berlari dan meratapi. Aku menangis di tengah
kesunyian perjalanan, namun nihil, tak kutemui siapapun di sini. Aku mulai
meronta, mengerang kesakitan karena hati yang kubawa ini semakin hancur tak
berbentuk. Aku terus berlari, memanjat doa di tengah harap.
Kini hujan turun lagi, sementara
tubuh ini sudah terluka parah di sana sini. Aku harus berhenti. Mau tak mau
harus berhenti. Biar saja bila hati ini mati. Barangkali dengan hati yang telah
mati takkan ada perasaan disakiti, takkan lagi ada tangis dan airmata. Biarkan
saja. Dan tubuhku rebah di tengah derasnya hujan, tiba-tiba gelap seluruh
pandanganku. Aku kembali tak sadarkan diri.
Saat mataku terbuka, aku sudah ada
di rumah sakit, entah siapa yang membawaku ke sini. Kukira di jalanan kemarin
tidak ada seorang pun. Tiba-tiba aku melihat seorang lelaki tampan berdiri di
sampingku. Dia mengulurkan tangannya padaku, tangannya yang ternyata memegang
hatiku yang telah diperbaikinya menjadi utuh kembali. Dia tersenyum padaku
dengan begitu tulus, dan akupun membalas senyumnya. Kini pencarianku telah
berakhir. Aku tak akan berlari lagi. Aku akan tinggal di kota ini, dengan
lelaki tampan yang menemukanku di detik-detik kematian hatiku.
note: mencoba romantis di antara kerasnya UAS tapi malah jadi gini. Bukan non fiksi, aku tau ini alay :')
0 komentar:
Posting Komentar