Akhir-akhir ini kalian bakal nemu hasil yang sangat amat banyak ketika ngetik keyword "Kualitas Pendidikan Indonesia Terburuk di Dunia" di www.google.com . Entah ini bener atau nggak. Setauku kualitas pendidikan Indonesia cuma terburuk se-Asia kok, eh nggak taunya sedunia. Kaget? Sedih? Bete? Sama, kalo kalian masih normal mungkin bakal kaget, sedih, dan bete waktu tau negara kalian ada di peringkat paling bawah sedunia kualitas pendidikannya. Ini bukan salah kita kok, ini salah sistem kita. Kalo sistemnya aja salah, pasti kita juga kebawa salah kan, ya? Walaupun mungkin kita ngerasanya udah bener.
Harusnya kita banyak belajar dari Finlandia, yang kualitas pendidikannya terbaik No.1 di dunia. Nggak gampang sih ngubah sistem, tapi apalah salahnya bagi-bagi tips dan info untuk kalian-kalian para pembaca tersayang :)
Jadi gini, di Finlandia itu kualitas pengajar jadi prioritas utama. Para pengajar (guru) adalah orang-orang yang sangat dihargai dan dihormati oleh masyarakat setempat. Gimana enggak? Siswa-siswi terbaik setelah lulus dari sekolah menengahnya (SMA), langsung mendaftar di fakultas pendidikan. Nah, di fakultas pendidikan ini pun yang diterima hanya 1:7. Artinya hanya siswa-siswi terbaik yang bisa masuk di fakultas pendidikan. Untuk menjadi guru, mereka harus masuk 10 besar di fakultas pendidikan tersebut. Artinya, guru di Finlandia adalah mantan mahasiswa dan mahasiswi best of the best di tempat kuliahnya dulu. Wow. Sedangkan di Indonesia, orang enggan untuk menjadi guru, dan guru di Indonesia tidak melewati tahap seselektif seperti di Finlandia, sehingga guru di Indonesia terkesan seperti 'semua orang bisa menjadi guru asalkan mau'.
Di Finlandia juga, guru membuat kurikulumnya sendiri, tidak seperti di Indonesia yang seakan-akan mengerja rodikan guru-gurunya.
Di Finlandia, setiap kelas diberi tiga pengajar, dua pengajar mata pelajaran, dan satu pengajar sebagai pengawas. Tiga pengajar tersebut yang akan menemani kita selama 12 tahun masa sekolah. Sehingga guru mampu mengenali dan memahami karakter siswa-siswinya. Menilik Indonesia, selama 6 tahun di Sekolah Dasar, kita senantiasa berganti guru setiap tahunnya. Artinya kita harus menyesuaikan sikap kita pada satu guru kita yang baru tiap tahunnya. Di SMP, guru setiap mata pelajaran berbeda-beda, dan setiap naik kelas, guru yang mengajar kita akan 'diacak' lagi, sehingga kita harus menyesuaikan diri dengan kurang lebih 9 guru tiap tahunnya (mat-bio-fis-bin-big-sej-geo-seni-OR). Di SMA, guru juga 'diacak' setiap naik kelas, bahkan jumlah mata pelajaran yang diajarkan lebih banyak. Artinya, murid dan guru harus adaptasi lagi, adaptasi lagi dan begitu seterusnya. Padahal adaptasi bukanlah hal yang mudah dilakukan. Mungkin akan terasa sedikit lebih ringan jika keduanya saling memaklumi, tapi guru dan siswa yang memaklumi hal tersebut mungkin hanya 1:10. Selebihnya? Mungkin ada yg shock menghadapi guru yang killer, ada yang mengantuk mendengarkan guru yang lemah lembut, ada yang ramai ketika menghadapi guru yang terlihat santai, dsb. Begitupun guru, mungkin ada yang marah melihat muridnya tidak bisa mengerjakan soal yang telah diberikannya, atau mungkin ada yang merasa disaingi melihat muridnya lebih pintar darinya, dsb.
Finlandia tidak mengenal Ujian Nasional, untuk mengetahui kualitas siswa-siswinya, mereka diuji berdasarkan mata pelajaran yang mereka kuasai. Di Indonesia, ketika siswa tidak memahami suatu mata pelajaran, misalnya kimia, mereka dipaksa untuk melahap habis materi tersebut, guru tidak mau tahu kemampuan siswanya, semuanya pukul rata, sehingga siswa yang tidak memahami kimia selalu mencontek ketika diberi tugas, pr, bahkan ulangan. Hal ini juga menyebabkan mental siswa menjadi lemah ketika ujian akhir kimia dilaksanakan. Sedangkan di Finlandia, guru berusaha memahami siswanya, bagi mereka yang memiliki kemampuan kurang akan dibina sehingga menjadi siswa yang cerdas. Ajaib, dengan sistem yang dipakai Finlandia, angka ketidaklulusan siswa-siswi di Finlandia hanya sekitar 2% tiap tahunnya, dan jujur!
Satu lagi, politik Finlandia tidak pernah memengaruhi kualitas pendidikan mereka, berbeda dengan Indonesia yang tiap tahunnya selalu berganti sistem pendidikan hanya karena menteri pendidikan ganti atau gejolak politik lainnya.
Artikel ini dibuat sebagai koreksi terhadap sistem pendidikan Indonesia. Tidak ada maksud buruk dalam pembuatan artikel ini. Selebihnya harap maklum kurang lebihnya :)
Salah Siapa?
06.38 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar